Kalender Liturgi

Header Ads

Spiritualitas St. Joseph


 Spiritualitas Santo Joseph

dan Spiritualitas OSC

“Kekuatan Yang Menjiwai dan Mewarnai Pelayanan Pastoral

di Paroki St. Joseph Tebing Tinggi”

 

Santo Joseph

Santo Joseph adalah seorang Ibrani keturunan Daud dan bekerja sebagai tukang kayu. St. Joseph adalah bapa asuh Yesus dan suami Santa Perawan Maria (Mat. 1:16). Joseph memperoleh hak istimewa untuk merawat Putra Allah sendiri, Yesus, serta BundaNya, Maria. Joseph seorang yang miskin sepanjang hidupnya. Ia harus bekerja keras dalam bengkel tukang kayunya, tetapi ia tidak berkeberatan. Ia bahagia dapat bekerja bagi keluarga kecilnya. Ia amat mengasihi Yesus dan Maria.

Apa pun yang Tuhan ingin ia lakukan, St. Joseph segera melaksanakannya, tak peduli betapa sulit hal tersebut. Ia seorang yang rendah hati serta tulus hati, lemah lembut serta bijaksana. Yesus dan Maria mengasihinya serta taat kepadanya sebab Allah telah menjadikannya kepala rumah tangga mereka. Betapa bahagianya St. Joseph dapat hidup bersama dengan Putra Allah sendiri.  

Kitab Suci mengisahkan hidup Santo Joseph secara singkat dan terbilang sedikit. Joseph pun tidak dikisahkan sebagai tokoh yang banyak berbicara. Santo Joseph terkenal sebagai tokoh kitab suci yang mendapatkan mimpi dari Allah sebagai petunjuk apa yang harus dilakukan olehnya. Tidak dikisahkan secara jelas kapan dan bagaimana Santo Joseph itu meninggal. Yang jelas dalam Kitab Suci, ketika Yesus memulai karya-Nya, ayahnya itu sudah tidak dikisahkan lagi. Hanya Perawan Maria, ibunya saja yang mendampingi Yesus dalam karya-Nya hingga wafat-Nya di kayu salib (Yoh.19:26-27). Tradisi mengatakan bahwa Santo Joseph meninggal sebelum Yesus memulai karya-Nya.

Gereja Katolik menyebut Santo Joseph sebagai “Pelindung Sang Penebus” dalam Surat Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II, “Redemptoris Custos”, yang dipromulgasikan pada 15 Agustus 1989. Anjuran Apostolik “Redemptoris Custos” berisikan nasihat dan ajaran Gereja tentang peran dan perutusan Santo Joseph dalam kehidupan Kristus dan Gereja. Dalam anjuran apostolik ini, kita dapat mendalami dan menghayati buah-buah spiritualitas dari sosok Santo Joseph ini.

Santo Joseph juga merupakan pelindung dari Paroki Tebing Tinggi. Memang dalam penyebutannya di paroki Tebing Tinggi ini menjadi “Santo Joseph”. Catatan sejarah pun tidak menyebutkan secara jelas mengapa Santo Joseph ini dipilih menjadi pelindung Paroki Tebing Tinggi. Akan tetapi, hal yang lebih esensial adalah spiritualitas dari teladan hidup Santo Joseph inilah yang menjiwai dan mewarnai karya pelayanan pastoral di Paroki St. Joseph Tebing Tinggi selama puluhan tahun.

 

Spiritualitas dari Teladan Hidup Santo Joseph

Santo Joseph adalah seorang yang taat pada Allah. Ketika ia tidak memahami apa yang terjadi di dalam hidupnya, imanlah yang membuat St. Joseph tetap menjalankan hidup sesuai dengan kehendak Allah. St. Joseph berani mengambil resiko dalam hidupnya karena iman. Ia konsekwen dengan imannya. Dalam arti ini, ia memanggul salib kehidupannya, ia bersedia menderita demi Maria dan Yesus. St. Joseph berkorban karena ia tahu apa yang menjadi keutamaan dalam hidupnya yakni pemberian diri kepada kehendak Allah. Santo Joseph dipanggil Allah untuk menjaga dan merawat Yesus yang membawa keselamatan kepada manusia.  

Iman Maria bertemu dengan iman Joseph. Jika Elisabet mengatakan mengenai Bunda sang Penebus, “berbahagialah ia yang percaya,” dalam suatu arti tertentu perkataan ini dapat ditujukan kepada Joseph juga, sebab ia menanggapi secara positif Sabda Allah ketika disampaikan kepadanya pada saat yang menentukan. Memang benar bahwa Joseph tidak menanggapi “kabar” malaikat dengan cara yang sama seperti Maria, tetapi Joseph “berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan kepadanya dan mengambil Maria sebagai isterinya.” Apa yang dilakukannya merupakan “ketaatan iman” yang paling nyata (bdk. Rm. 1:5; 16:26; 2Kor. 10:5-6, Redemptoris Custos, 3).

Orang dapat mengatakan bahwa apa yang diperbuat Joseph mempersatukannya dengan suatu cara yang sepenuhnya istimewa dengan iman Maria. Joseph menerima sebagai kebenaran yang datang dari Tuhan, apa yang telah diterima Maria pada saat Kabar Sukacita. Gereja mengajarkan, “Kepada Allah yang menyampaikan wahyu manusia wajib menyatakan `ketaatan iman'. Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan `kepatuhan akal budi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan', dan dengan secara sukarela menerima sebagai kebenaran wahyu yang dikurniakan oleh-Nya”. Pernyataan ini, yang menyentuh intisari iman, secara sempurna dapat dikenakan pada Joseph dari Nazaret. (Redemptoris Custos, 4).

Santo Joseph adalah pelindung para keluarga Katolik. Sebagai seorang bapak, ia mengajarkan kerendahan hati seorang hamba Allah. Dengan menjadi taat kepada Allah, sebagai seorang kepala keluarga ia menjadi teladan bagi kehidupan beriman keluarganya. Betapa banyak keluarga pada masa sekarang dapat belajar darinya! “Hakekat dan peranan keluarga pada intinya dikonkretkan oleh cinta kasih. Oleh karena itu keluarga mengemban misi untuk menjaga, mengungkapkan serta menyalurkan cinta kasih. Dan cinta kasih itu merupakan pantulan hidup serta partisipasi nyata dalam cinta kasih Allah terhadap umat manusia, begitu pula cinta kasih Kristus Tuhan terhadap Gereja Mempelai-Nya.” Dengan demikian, pada Keluarga Kudus, “Gereja Keluarga” (Ecclesia domestica) mula-mula setiap keluarga Kristiani patut bercermin. “Karena rencana Allah yang penuh misteri, dalam Keluarga itulah Putra Allah melewatkan tahun demi tahun selama hidup-Nya yang tersembunyi. Oleh karena itu, Keluarga Kudus menjadi pola-teladan bagi semua keluarga Kristen.” (Redemptoris Custos, 7). Ini juga yang sejalan dengan fokus pastoral Keuskupan Agung Medan yakni “Keluarga”. Santo Joseph menjadi sosok ideal dalam menjalankan hidup berkeluarga bersama Bunda Maria dan Yesus Kristus. Dalam menjalankan pelayanan pastoral di Paroki St. Joseph Tebing Tinggu ini, buah-buah spiritualitas dari sosok St. Joseph dapat menjadi daya dorong untuk mewujudkan kekudusan di setiap keluarga kristiani.

 Santo Joseph memang terkesan bisu dalam pengisahannya di Kitab Suci. Akan tetapi, bukan berarti bahwa dirinya tidak berperan dan bertindak apa-apa. St. Joseph berbicara dengan kerjanya. Ia tidak banyak cakap dengan kata-kata. Ia hening dan bekerja. Sosok yang tidak banyak kompromi, namun berkontribusi. Santo Joseph adalah seorang pekerja keras. Tidak hanya dalam profesinya sebagai tukang kayu, namun kerja keras itu diperlihatkan ketika ia tidak lari dari kesulitan hidup.

Teladan yang diinspirasi dari sosok Santo Joseph inilah yang harus menjadi suatu spirit pelayanan bagi setiap umat beriman. Santo Joseph berjuang dalam hidupnya untuk menjadi Sang Penjaga bagi Penebus (Redemptoris Custos). Ia bekerja bukan untuk kekayaan dirinya sendiri, ia berjuang untuk Yesus. Ia berperan dalam karya Penebusan Kristus dan Penyelamatan oleh Allah. Seorang pelayan harus mau bekerja di ladang Tuhan dengan semangat pengabdian. Tidak mencari keuntungan, kesenangan, dan kepentingan pribadi, namun demi terwujudnya kehendak Allah yakni keselamatan manusia.

Ketulusan Joseph dalam menjaga Maria dan Yesus menjadi sebuah keutamaan dalam pelayanan pastoral. Joseph tulus untuk menghargai niat Maria untuk mempersembahkan seluruh hidupnya untuk Allah. Ia menjadi seorang suami dan ayah yang menyampingkan segala keinginan pribadinya. Ia pun memberikan yang terbaik bagi Allah yakni ketaatannya yang total kepada kehendak Allah. Di dasar ketulusan itu ada kasih yang mendalam dari dirinya untuk keselamatan manusia (Redemptoris Custos, 24).

Apakah alasan di balik kepercayaan yang sedemikian besar itu? Paus Leo XIII memberikan penjelasan sebagai berikut: “Alasan mengapa Santo Joseph patut dianggap sebagai pelindung istimewa Gereja, dan Gereja sebaliknya menaruh pengharapan besar akan pemeliharaan dan perlindungannya, terutama karena ia adalah suami Maria dan bapa asuh Yesus…, Joseph pada masa itu adalah pelindung yang sah dan wajar, kepala dan pembela Keluarga Kudus… Maka tepatlah dan sungguh pantas dari martabat Joseph bahwa, dengan cara yang sama ia dahulu terus-menerus melindungi Keluarga Nazaret, maka sekarang demikian pula ia melindungi dan membela dengan perlindungan surgawinya, Gereja Kristus.” (Redemptoris Custos, 28).

Dengan ini, Santo Joseph melalui teladan hidupnya mendorong setiap imam dan pelayanan umat lainnya di Paroki St. Joseph Tebing Tinggi untuk selalu memiliki ketaatan iman kepada kehendak Allah, pribadi yang rendah hati, bekerja secara nyata dan tulus hati tanpa pamrih, menjaga keluarga, komunitas, dan Gereja, serta dengan cinta kasih dan pengorbanan bersedia memikul salib kehidupan agar kehendak Allah untuk menyelamatkan manusia sungguh terjadi. Inilah buah-buah spiritualitas dari Santo Joseph yang mewarnai karya pelayanan pastoral di Paroki Santo Joseph Tebing Tinggi. 

 

Spiritualitas OSC dalam Karya Pelayanan Pastoral di Paroki St. Joseph Tebing Tinggi

Setiap pelayanan bagi Allah pasti didorong dan dijiwai oleh kekuatan Allah itu sendiri karena manusia hanyalah makhluk tidak sempurna. Kekuatan itulah yang menggerakan hati sehingga pelayanan itu dapat dijiwai oleh cinta kasih, berpegang pada iman, dan senantiasa tumbuh dalam pengharapan. Spiritualitas Salib yang dihidupi oleh para Imam OSC menjadi daya dorong untuk melakukan pelayanan pastoral di Paroki St. Joseph Tebing Tinggi. Dengan menimba inspirasi dari Kitab Suci, Regula Santo Agustinus, Konstitusi Ordo Salib Suci, dan tantangan zaman, para Krosier (sebutan bagi anggota OSC) berjuang dengan penuh iman, harapan, dan kasih untuk mewujudkan keselamatan dari Allah di Paroki St. Joseph Tebing Tinggi.   

Ordo Salib Suci (OSC: Ordo Sanctae Crucis) memulai karya pelayanan di Paroki St. Joseph Tebing Tinggi pada tahun 2001. Setiap bentuk karya pastoral OSC di Paroki St. Joseph Tebing Tinggi dijiwai oleh spiritualitas ordo yang dihidupi para pastor OSC dan juga diupayakan agar merasuk ke dalam hati umat yang dilayani. Dalam Hari Studi Konstitusi OSC yang diselenggarakan pada 16-17 Juli 2018 di Rumah Retret Pratista, Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Mgr. Anicetus Bongsu Antonius Sinaga, OFM.Cap sebagai Uskup Agung Medan saat itu berkata, “Setiap ordo yang berkarya di Keuskupan Agung Medan harus dapat mewarnai keuskupan dengan spiritualitasnya”.

Sebagai klerikus dan juga kaum religius, para imam OSC terikat pada kewajiban untuk menerima dan melaksanakan dengan setia tugas yang dipercayakan Ordinaris kepada mereka (Bdk. KHK, Kan. 273, p.2). Dalam menjalankan tugas pelayanan pastoral, para klerikus hendaknya menjalankan tugas itu dengan setia dan tanpa kenal lelah (Bdk. KHK, Kan. 273, p.2). Pastor yang merupakan seorang gembala umat memiliki kewajiban untuk melayani umat beriman. Dalam hal ini dibutuhkan sebuah daya dorong yang menjiwai pelayanan itu yang tujuannya adalah keselamatan umat beriman. Para pastor OSC berkarya dalam pelayanan pastoral di Paroki St. Joseph Tebing Tinggi dijiwai oleh spiritualitas ordo yang memampukannya untuk menerima dan melaksanakan dengan setia tugas yang dipercayakan keuskupan kepada mereka. Dengan spiritualitas ordo, pelayanan pastoral dapat dijalankan para Krosier dengan setia.

Communio. Sebagai Ordo Kanonik Regulir, OSC memiliki spiritualitas yang juga menjadi kharisma hidup baik secara personal maupun komunal yang dapat dirasakan oleh siapa pun. Hidup bersama dalam persaudaraan menjadi sebuah keutamaan dalam hidup sebagai seorang OSC. Hidup bersama atau komunitas menjadi ladang pelayanan yang utama. Dengan diinspirasi dari cara hidup jemaat perdana, hidup bersama dalam komunitas persaudaraan sehati dan sejiwa menjadi wujud cinta kasih yang dihidupi oleh para Krosier. Di dalam komunitas OSC Paroki St. Joseph Tebing Tinggi, hidup komunitas selalu diupayakan, dijaga, dan dihidupi sebagai wujud spiritualitas yang menjiwai setiap Krosier, yang juga sebagai bentuk kesaksian hidup kepada setiap keluarga di paroki ini. Semangat hospitalitas atau keterbukaan menjadi kharisma hidup yang menjadikan komunitas OSC di Paroki St. Joseph Tebing Tinggi sebagai wadah cinta kasih yang menerima setiap orang yang merindukan kasih Allah. Fokus pastoral Keuskupan Agung Medan pun sejalan dengan spiritualtias komunitas yang dihidupi para imam OSC ini. Komunitas OSC digerakan untuk mampu menjadi teladan hidup bagi keluarga-keluarga dan komunitas. Para Imam OSC harus selalu digerakan untuk membangun keluarga dalam relasi cinta kasih dengan semua umat yang dilayani, merangkul mereka yang kesepian, membuka diri untuk sesama, dan mempersatukan semua umat beriman dalam Tubuh Kristus.    

Cultus. Sebagai Ordo Kanonik Regulir yang memiliki tugas untuk berdoa, OSC berupaya untuk menimba inspirasi dari kedekatan relasi dengan Allah melalui cultus (=doa, ibadat). Baik doa pribadi maupun doa bersama-sama merupakan ‘saat’ bagi para Krosier untuk merasakan kedekatan dengan Allah sehingga komunikasi dan relasi yang intim dapat menggerakan setiap Krosier untuk mewartakan sukacita dan mewujudkan cinta kasih. Ordo Salib Suci pun menjaga liturgi Gereja. Bukan hanya untuk mengetatkan peraturan-peraturan peribadatan, namun terlebih melaksanakan liturgi secara indah dan menawan. Dengan ini, penghayatan akan misteri dan keindahan Allah akan dapat terjadi. Fokus pastoral KAM:“Keluarga Berdoa” merupakan suatu tujuan untuk membina umat agar dalam kesatuan keluarga itu sungguh merasakan kehadiran Allah dan membina relasi yang intim dengan Allah. Para Krosier berupaya untuk juga terus setiap dalam berdoa dan mengajak setiap umat untuk membina relasi yang intim dengan Allah.

Caritas. Dari doa itu akan lahir sebuah spirit untuk mengasihi dan juga memberikan diri secara total kepada Allah dalam pelayanan. Para imam OSC memiliki cara hidup vita mixta. Hidup doa atau kontemplasi dan hidup karya harus dihidupi dengan seimbang. Dengan segala inspirasi rohani yang didapati dari doa, maka inspirasi itu diwujudnyatakan dalam karya pelayanan yang dilandasi oleh kasih. Setiap orang harus dilayani dengan penuh ketulusan dan perjuangan yang gigih serta setia. Pelayanan yang dilandasi cinta kasih dan pengorbanan ini diinspirasi oleh pelayanan yang dilakukan oleh Yesus. Karya pelayanan ini pun pada akhirnya harus membawa buah yang baik yakni pertobatan dan demi terwujudnya keselamatan dari Allah. Semangat inilah yang menjiwai dan mewarnai setiap karya pelayanan pastoral OSC di Paroki St. Joseph Tebing Tinggi. Pelayanan sakramental oleh imam, pelayanan dalam bentuk pengajaran, penggembalaan, dan pelayanan di tengah masyarakat sosial menjadi bentuk nyata bagi pelaksanaan tugas yang dipercayakan oleh Gereja kepada OSC. Pelayanan yang dilakukan oleh umat awam pun haruslah dijiwai oleh semangat pelayanan yang penuh kasih dan ketulusan hati.

Crucis. Salib adalah tanda kemenangan Kristus atas maut. Salib adalah lambang solidaritas Allah terhadap penderitaan manusia. Allah hadir di dunia dalam karya, penderitaan, wafat, dan kebangkitan Kristus. Hal ini menjadi nyata ketika Krosier hadir bagi yang sesama baik di dalam komunitas maupun di kehidupan umat beriman serta di tengah masyarakat secara luas. In Cruce Salus (Dalam Salib Ada Keselamatan). Krosier membawa kabar keselamatan dan sukacita. Jalan pengosongan diri dilalui demi terjadinya kehendak Allah di dalam diri seorang Krosier sehingga hal ini menggerakan dirinya untuk menjadi saksi keselamatan dan sukacita. Salib tidak hanya soal penderitaan, namun karena pengalaman salib itu, manusia dapat melihat titik terang adanya kebangkitan. Salib kehidupan nyata dalam cinta kasih dan pengorbanan. Salib adalah konsekwensi dari iman. Dalam karya pelayanan pastoral yang dilandasi cinta kasih dan pengorbanan serta kesetiaan dalam iman, di situlah spiritualitas salib menggerakan seorang pelayan pada keselamatan. Seorang krosier menjalankan tugas perutusannya dengan penuh sukacita walaupun banyak tantangan baik dari dalam dirinya sendiri ataupun dari luar diri. Tantangan dan kesulitan itu tidak dimaknai sebagai penderitaan menuju maut, namun sebagai pengalaman pengosongan diri, ketulusan, pengorbanan, dan cinta kasih. Salib itu membawa keselamatan karena melalui peristiwa salib, manusia disadarkan akan Kristus yang bangkit demi keselamatan manusia. Pengalaman kebangkitan Kristus itulah yang mengajarkan manusia harus terus menerus bangkit dari hari ke hari untuk mendekatkan diri pada Allah dan menerima kehendak-Nya.

Spiritualitas salib yang dihidupi para imam OSC ini pun serasi dengan teladan hidup Santo Joseph. Dia mengambil resiko, berkorban, berjuang, dan mencintai Yesus Kristus karena tahu akan keselamatan yang ada dalam pilihannya tersebut. Santo Joseph memikul salibnya dengan penuh perjuangan. Ketidakmampuan manusiawinya untuk memahami kehendak Allah, ia jalani dengan ketaatan iman. Ia melayani Allah dengan penuh iman, harapan, dan kasih. Redemptoris Custos No. 10 mengatakan: “Joseph adalah seorang saksi mata dari kelahiran ini, yang terjadi dalam kondisi, menurut pandangan manusia, memalukan - suatu pemakluman pertama akan “pengosongan diri” (bdk Fil. 2:5-8) yang dengan sukarela diterima Kristus demi pengampunan dosa manusia”. Kerendahan hati dan ketulusan menjadi suatu jalan pengosongan diri bagi St. Joseph. Ia senantiasa berdoa dengan setia bersama Keluarga Kudus. Cinta kasih menjadi dasar ketaatannya pada Allah. Sebagai pelindung keluarga kudus dari Nazaret, kiranya St. Joseph juga sungguh menginspirasi para Imam OSC dan pelayanan awam lainnya dalam menciptakan keluarga Allah yang senantiasa berdoa, memasyarakat, dan sejahtera.

Dengan demikian, Spiritualitas Santo Joseph dan Spiritualitas Salib merupakan daya dorong yang menjadi kekuatan Gereja untuk melayani umat-Nya dalam karya pastoral di Paroki St. Joseph Tebing Tinggi. Gereja itu adalah umat Allah. Karenanya, setiap anggota Gereja baik imam maupun awam terlibat secara nyata dalam karya pelayanan dengan dilandasi spiritualitas St. Joseph dan Spiritualitas OSC. Roh Kudus yang menggerakan, menghidupkan, menghibur, dan memampukan manusia untuk mengenal, mencintai, dan melayani Allah. Roh itu menjiwai Santo Joseph dan Ordo Salib Suci untuk selalu mewartakan kabar gembira dan keselamatan. Gereja Katolik St. Joseph Tebing Tinggi mewartakan kabar sukacita dan keselamatan dengan ketaatan pada Allah, kerendahan hati, persaudaraan, ketulusan, setia dalam doa, semangat salib, dan cinta kasih. In Cruce Salus+.

Post a Comment

0 Comments