Stasi st. Maria Buho terletak di Desa Damak Tolong Buho Kec. Bintang Bayu Kab. Serdang Bedagei, Provinsi Sumatera Utara. Stasi ini berdiri pada tahun 1967. Pada awal berdirinya Gereja Santa maria Buho, sekitar tahun 1964 berkumpul sebanyak sepuluh keluarga, dan mula mula pada saat itu dibawa bimbingan Pastor Marcellinus Manalu, OFMCap (1970-1975). Setelah melalui pembicaraan bersama warga setempat pada saat itu, sepuluh keluarga tersebut sepakat untuk mendirikan bangunan. Bangunan gereja tersebut dengan konstruksi sederhana; dinding terbuat dari anyaman bambu, atap terbuat dari susunan lalang, bangku sebagai tempat duduk kala itu, terbuat dari kayu bulat dan lantainya dari tanah yang telah diratakan semua itu berhasil dicapai karena gotong royong umat. Beberapa tokoh awal hingga kini gereja santa Maria buho ialah A. Simbolon, Esau, Silaban, K. Siregar, J. Siagian, M. Simanjuntak, B. Sihotang, J. Sinaga. Berdasarkan penuturan forhanger saat ini J. Sinaga (2017), menyebutkan bahwa gereja yang sekarang ini (tempat peribadatan) bermula dari gereja yang dipindahkan dari lokasi awalnya (tahun 1964-1973), pada tahun 1974 gereja yang semula tersebut dipindahkan ke lokasi gereja yang sekarang ini. luas area tanah milik Gereja hingga saat ini sekitar 2 rante (800 meter). Dalam kurun waktu 42 tahun
Gereja stasi santa Maria mengalami perkembangan jumlah kepala keluarga (KK) dari 10 KK – 23 KK dengan jumlah 80 jiwa (statistik 2017). Di desa Damak ini, ada 6 gereja berdampingan termasuk didalamnya gereja katolik. Tradisi yang berkembang di tempat ini, mempunyai bahasa sehari- hari yaitu bahasa batak toba dan bermata pencaharian sebagai petani (kelapa sawit, jagung, dsb). Di stasi ini, masih mempunyai kebiasaan yang sangat menarik terkait dalam membangun relasi sosial antar masyarakat, misalnya; partangiangan parsahutaon, gotong royong di ladang, dan yang tidak kalah penting ialah bahwa setelah ada kebaktian di gereja biasanya ada kesempatan untuk makan bersama di keluarga secara bergantian
Gereja stasi santa Maria mengalami perkembangan jumlah kepala keluarga (KK) dari 10 KK – 23 KK dengan jumlah 80 jiwa (statistik 2017). Di desa Damak ini, ada 6 gereja berdampingan termasuk didalamnya gereja katolik. Tradisi yang berkembang di tempat ini, mempunyai bahasa sehari- hari yaitu bahasa batak toba dan bermata pencaharian sebagai petani (kelapa sawit, jagung, dsb). Di stasi ini, masih mempunyai kebiasaan yang sangat menarik terkait dalam membangun relasi sosial antar masyarakat, misalnya; partangiangan parsahutaon, gotong royong di ladang, dan yang tidak kalah penting ialah bahwa setelah ada kebaktian di gereja biasanya ada kesempatan untuk makan bersama di keluarga secara bergantian
0 Comments