Dalam konteks Pilkada, pihak yang berkontestasi dituntut untuk menghadirkan moralitas publik tersebut dalam variabel sistem politik itu. Pertama, kekuasaan menyimpan makna terdalam yakni authority. Kekuasaan dalam pengertian ini harus didapatkan dan diupayakan sesuai dengan koridor peraturan perundang-undangan. Makna ini bertujuan untuk menciptakan keteraturan dan ketertiban dengan patuh pada otoritas yang berdaulat.
Sebagai ilustrasi, sejak masa pencalonan, kampanye, dan pemungutan suara, sikap positif kontestan semestinya dapat dilacak pada komitmen mereka terhadap politik anti-korupsi, politik uang, kampanye negatif, bahkan pada pendidikan politik bagi publik. Bila terindikasi adanya pelanggaran atas norma Pilkada, semisal tindak pidana pemilu, maka publik patut mempertimbangkan hak suaranya agar tiba pada kontestan yang tepat.
Masih dalam batasan yang sama, melaksanakan kekuasaan juga tidak bisa dipisahkan dari cara politik mencapai tujuan masyarakat itu sendiri, salah satunya melalui distribusi sumber daya demi mencapai kesejahteraan bersama. Artinya, pemimpin daerah harus menginventarisir segala sumber daya daerah (sektor pendidikan, pariwisata, industri, dan institusi keagamaan) untuk menentukan prioritas-prioritas pembangunan daerah.
Kedua, kepentingan senapas dengan loyalty. Kepentingan kemudian bermakna tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh masyarakat. Dalam ide ini, tujuan-tujuan privat dan partikulatitas individu diangkat ke dalam level ada bersama. Tujuan itu mestilah berdimensi publik. Itulah mengapa loyalitas pemimpin daerah harus nampak pada realisasi program kerja yang memberikan kemanfaatan kepada rakyat. Bukan sebatas pada jumlah suara atau kepentingan partai dalam Pilkada semata.
Agar publik dapat memastikan loyalitas pemimpin daerah dalam mewujudkan tujuan masyarakat itu, prinsip yang paling krusial adalah transparansi dan akuntabilitas. Kedua prinsip ini dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan karena memungkinkan pengawasan masyarakat dilakukan. Partai politik juga tak kalah penting perannya dalam memastikan pendidikan politik ke masyarakat. Sehingga, masyarakat terdidik (educated society) bertemu dengan prinsip transparansi akan semakin menguatkan sistem politik kita.
Peran Gereja Katolik dalam Pilkada
Gereja Katolik memiliki beberapa peran dalam Pilkada, antara lain:- Pendidikan Politik: Gereja Katolik melalui berbagai program edukasi dan seminar mendorong umat untuk menjadi pemilih yang cerdas dan bertanggung jawab.
- Pembinaan Moral: Gereja Katolik mengingatkan umat untuk menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etika dalam politik, seperti kejujuran, keadilan, dan toleransi.
- Dialog dan Mediasi: Gereja Katolik dapat berperan sebagai fasilitator dialog dan mediasi antar kandidat dan pihak-pihak yang terlibat dalam Pilkada.
- Pemantauan dan Advokasi: Gereja Katolik dapat memantau proses Pilkada dan mengadvokasi hak-hak pemilih serta memastikan Pilkada berlangsung secara adil dan demokratis.
Posisi Gereja Katolik dalam Pilkada
Gereja Katolik secara resmi tidak mendukung kandidat atau partai politik tertentu dalam Pilkada. Hal ini sesuai dengan prinsip netralitas politik yang dipegang teguh oleh Gereja Katolik. Namun, Gereja Katolik memiliki hak untuk menyampaikan pandangannya tentang isu-isu politik yang dianggap penting bagi umat Katolik dan masyarakat secara umum. Selain itu, Gereja Katolik juga dapat memberikan arahan dan panduan moral bagi umat dalam memilih pemimpin yang sesuai dengan nilai-nilai Kristiani.Tantangan dan Harapan
Salah satu tantangan yang dihadapi Gereja Katolik dalam konteks Pilkada adalah menjaga netralitasnya dan menghindari polarisasi politik. Gereja Katolik perlu tetap fokus pada peran edukasi, pembinaan moral, dialog, dan advokasi, serta menghindari keterlibatan langsung dalam kampanye politik. Diharapkan dengan peran dan posisinya yang konstruktif, Gereja Katolik dapat berkontribusi positif dalam mewujudkan Pilkada yang damai, adil, dan demokratis, serta menghasilkan pemimpin yang berkualitas dan berintegritas.Pilkada pun demikian, setiap kontestan dinilai pada sejauh mana kepeduliaannya terhadap penderitaan dan kebutuhan rakyat, pengejewantahan pada nilai-nilai religiusistas dan kesucian, serta pada komitmennya membangun kebersamaan dalam kemajemukan. Pada tiap-tiap poin itulah, budaya politik yang unggul dapat kita harapkan.
Beberapa poin penting:
Gereja Katolik memiliki pengaruh besar di Indonesia, termasuk dalam konteks politik. Gereja Katolik memiliki beberapa peran dalam Pilkada, seperti pendidikan politik, pembinaan moral, dialog dan mediasi, serta pemantauan dan advokasi. Gereja Katolik secara resmi tidak mendukung kandidat atau partai politik tertentu dalam Pilkada. Gereja Katolik memiliki hak untuk menyampaikan pandangannya tentang isu-isu politik yang dianggap penting. Gereja Katolik perlu tetap fokus pada peran edukasi, pembinaan moral, dialog, dan advokasi, serta menghindari keterlibatan langsung dalam kampanye politik. Diharapkan dengan peran dan posisinya yang konstruktif, Gereja Katolik dapat berkontribusi positif dalam mewujudkan Pilkada yang damai, adil, dan demokratis, serta menghasilkan pemimpin yang berkualitas dan berintegritas.
Akhirnya, Pilkada adalah momentum pembuktian apakah dasar moral dan norma-norma politik masih dapat bertahan hidup dalam iklim politik Indonesia. Jika iya, maka pembangunan daerah dapat kita lihat dalam pandangan penuh optimisme. Jika tidak, inilah alarm bahaya bagi pemenuhan tujuan-tujuan masyarakat.
Anung P. Sasongko
Sekretaris Pemuda Katolik Komcab Tebing Tinggi
0 Comments