Sungguh sangat ironis ketika kita mendapati tentang kisah anak muda zaman sekarang. Banyak fakta menegaskan bahwa saat ini tingkat kualitas generasi muda dari beberapa aspek seperti moralitas, keagamaan, sosial, spiritual dan ideologis mengalami dekadensi yang sangat radikal. Kasus-kasus perkelahian antar pelajar, maraknya penggunaan narkoba, pergaulan bebas. Konsumerisme, hedonisme, hilangnya rasa kesantunan serta etika bersosialisasi mengakibatkan sebuah polemik yang harus ditindak lanjuti agar jati diri bangsa tidak punah begitu saja.
Bila anak muda apalagi kita sebagai generasi muda Katolik hanya mengikuti arus, sebagaimana mereka mengikuti trend dalam musik, fashion atau gaya hidup-gaya hidup moderen lainnya tanpa bersikap kritis, maka mereka akan mudah terjebak dalam arus pemikiran dan ajaran yang menyimpang. Masa remaja memang masa yang penuh kegoncangan jiwa, masa berada dalam peralihan atau di atas jembatan goyang. Namun, anak muda seharusnya tidak hanya memfokuskan diri dengan trend serta gaya hidup yang membentuk karakter mereka, namun anak muda juga harus belajar untuk memfokuskan kecerdasan intelektual melalui aspek sosial guna menunjang kecerdasan dalam mengatur sosio emosionalnya.
Gaya hidup hedonis merupakan suatu pola hidup yang aktivitasnya untuk mencari kesenangan hidup, seperti senang membeli barang mahal yang disenanginya, serta selalu ingin menjadi pusat perhatian. Dengan mental yang demikian masyarakat kita secara tidak langsung cenderung dituntun untuk pragmatis dan mau serba instan tanpa ada usaha serta kerja keras.
APAKAH ITU HEDONISME?
Hedonisme berasal dari kata hedone (Yunani) yang berarti kesenangan. Hedonisme adalah paham sebuah aliran filsafat dari Yunani. Sebagai suatu aliran pemikiran, hedonisme berpendapat bahwa yang baik adalah yang menyenangkan.. Tujuan paham aliran ini, untuk menghindari kesengsaraan dan menikmati kebahagiaan sebanyak mungkin dalam kehidupan di dunia. Kala itu, hedonisme masih mempunyai arti positif. Dalam perkembangannya, penganut paham ini mencari kebahagiaan berefek panjang tanpa disertai penderitaan. Mereka menjalani berbagai praktik asketis, seperti puasa, hidup miskin, bahkan menjadi pertapa agar mendapat kebahagiaan sejati. Namun, pada waktu kekaisaran Romawi menguasai seluruh Eropa dan Afrika, paham ini mengalami pergeseran ke arah negatif dalam semboyan baru hedonisme. Semboyan baru itu, carpe diem (raihlah kenikmatan sebanyak mungkin selagi kamu hidup), menjiwai tiap hembusan napas aliran tersebut. Kebahagiaan dipahami sebagai kenikmatan belaka tanpa mempunyai arti mendalam. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, hedonisme diartikan sebagai pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi, sebagai tujuan utama dalam hidup (KBBI, edisi ketiga, 2001). Dengan demikian hedonisme bisa didefinisikan sebagai sebuah doktrin yang berpegangan bahwa tingkah laku itu digerakkan oleh keinginan atau hasrat terhadap kesenangan dan menghindar dari segala penderitaan.
KAUM MUDA KATOLIK TERBELENGGU HEDONISME
Disinyalir Hedonisme telah erat melekat dalam hidup kita. Kelekatan itu berupa seringnya kita terjebak dalam pola hidup Hedonis. Pola hidup seperti ini mudah kita jumpai dalam kehidupan kita sehari-hari. Dimana orientasi hidup selalu diarahkan pada kenikmatan, kesenangan atau menghindari perasaan-perasaan tidak enak
Ironisnya, jika dilakukan survey, saya sangat yakin bahwa ternyata paham hedonism ini kebanyakan membelenggu kalangan muda, terlebih kalangan terpelajar baik siswa maupun mahasiswa. Apakah juga terjadi pada Kaum Muda Katolik? Wallahualam.Walaupun saat ini negara kita tak lagi berada dalam jeratan kolonialisme, namun justru kini kita berada dalam jajahan non fisik berupa penjajahan ideologi dan kenyamanan. Sedangkan penjajahan nonfisik ini keberadaannya tidak disadari oleh kaum muda Katolik. Imbasnya berpengaruh pada pola pikir pemuda. Mereka enggan memikirkan Gereja dan lebih senang memuaskan dahaga muda mereka. Secara tidak sadar, para kaum muda telah terbelenggu oleh penjajahan nonfisik di atas
Contoh yang kita hadapi saat ini misalnya, segala media informasi dari berbagai penjuru berusaha terus menginvasi diri kita melalui life style. Gaya hidup yang terus disajikan bagaikan fast food melalui media televisi. Gambaran yang ada seperti mimpi tentang kehidupan orang miskin yang tiba-tiba kaya layaknya dalam sinteron. Sinetron cinta yang terus mengguyur dan memprovokasi kita untuk merealisasikan cinta lewat bercinta membuat kita gila dan terbuai kehidupan duniawi dalam kisah Mahabarata. Cerita sinetron yang kian jauh dari realita ternyata telah menyihir para pemirsa. Dengan setengah sadar para penikmat sinema telah tergiring untuk meniru dan menjadikannya paradigma baru dalam menikmati hidup di masa muda bagaikan kisah Sinteron Ganteng-Ganteng Sering Gila.
Ada sebuah keluarga yang mempunyai seorang anak gadis remaja, yang dari kecil sudah di tanamkan sifat Hedonisme ,semua keinginan anaknya itu selalu diturutinya, sebab kedua orang tuanya itu hanya memberikan materi saja, tanpa memberikan kasih sayang dan perhatian kepada anaknya. karena kesibukan orang tuanya yang selalu mementingkan urusan pekerjaan saja, tanpa memperdulikan perkembangan anaknya, sehingga anak itu menjadi pribadi yang hedonis. Bahkan karena kesibukan pekerjaanya, anakpun dititipkan kepada pengasuh anak. Jika saya bertanya pada Bapak Ibu, Apakah Bapak atau Ibu berani menitipkan emas atau uang 100 juta kepada pengasuh anak? Jika tidak, mengapa Bapak atau Ibu berani menitipkan anak kepada orang lain? Lebih berharga mana, anak atau harta.
Dan ketika Hedonisme sudah menjadi pegangan hidup para muda mudi banyak nilai-nilai luhur kemanusiaan para remaja luntur, bahkan hilang. Kepekaan sosial mereka terancam tergusur manakala mereka selalu mempertimbangkan untung rugi dalam bersosialisasi. Masyarakat terlihat seperti mumi hidup yang tak berguna bagi mereka. Dan mereka seolah menjadi penjaga kerajaan kenikmatan yang tak seorangpun boleh mengendus apalagi mencicipinya. Orang lain hanya boleh melongo melihat kemapanan mereka.Sungguh mereka menjadi sangat tidak peduli. Akibatnya ketika ada orang yang membutuhkan uluran tangan, mereka menyembunyikan diri dan enggan berkorban.
HEDONISME, LANGKAH AWAL MENUJU KEMISKINAN
Banyak akibat buruk yang ditimbulkan oleh hedonisme. Pertama, lenyapnya kekayaan, meningkatnya jurang antar miskin dan kaya berkembangnya kemiskinan, kebangkrutan dan hutang di tengah masyarakat kecil. Ibnu Khaldun sejarawan dan sosiolog dalam hal ini berkata: Sejauh mana sebuah masyarakat tenggelam dalam hedonisme, sejauh itulah mereka akan mendekati batas kehancuran. Proses kehancuran akan terjadi karena hedonisme secara perlahan akan menyebabkan kemiskinan masyarakat dan negara. Sejauh mana hedonisme mewabah, sejauh itu pulalah kemiskinan akan menyebar di tengah masyarakat.
Di pihak lain, membuang-buang harta untuk membeli barang-barang mahal yang hanya dimaksudkan untuk berbangga-bangga, perlahan-lahan akan menyeret sebuah negara kepada pihak asing. Hal inilah yang terjadi saat ini dunia. Banyak negara dunia yang bergantung kepada Barat yang setiap waktu memasarkan produk-produk baru untuk dikonsumsi. Meskipun pekerjaan, usaha dan jerih payah untuk mencari harta, dapat mengantarkan seseorang dan masyarakatnya kepada kemajuan dan hal ini didukung oleh agama Katolik, namun jangan sampai hal itu menjerumuskan kita ke lembah hedonisme dan kemewahan.
Dampak-dampak dari seorang yang telah terjerumus dengan Hedonisme: Lupa jalan ke Gereja, Individualisme, Matrealistis, Pemalas, Pergaulan bebas, Konsumtif, Mentalitas instan, Boros, Kriminalitas, Egois, Tidak bertanggung jawab, Berfoya-foya, Korupsi, Tidak disiplin, Merasa sok kaya, Narsis yang berlebihan, Lebih mementingkan gaya daripada otak, Plagiat, Diskriminasi, Kreatifitas rendah
PENUTUP
Untuk membentengi diri dari hedonisme yang hanya menawarkan kenikmatan sesaat, harus dimulai dari diri sendiri dan juga dukungan orang lain. Untuk para orang tua hendaknya meningkatkan kontrol terhadap anak-anak. Tanamkan nilai moral yang nantinya berguna bagi mereka. Misal tanamkan sikap hidup hemat, arahkan mereka pada pergaulan yang baik,dan didik mereka untuk mandiri. Sedangkan bagi para remaja, berpikirlah dulu sebelum bertindak jangan hanya mengejar kesenangan saja. Masa depan masih panjang,masih banyak hal yang berguna yang dapat mereka lakukan tanpa harus hura-hura dan foya-foya. St Thomas Aquinas mengatakan bahwa kebahagiaan sejati tak dapat ditemukan dalam kehormatan, kekayaan, ketenaran, kekuasaan, kesehatan, kenikmatan, dan seluruh ciptaan, tapi hanya pada Allah. St Agustinus juga pernah berseru, “Engkau telah mencipta kami bagi-Mu, dan jiwaku takkan dapat beristirahat dengan tenteram sebelum aku beristirahat dalam Engkau! janganlah fokuskan dirimu pada hal-hal yang fun saja, tetapi lebih dari itu fokuskanlah hidupmu pada Allah. Salam Revolusi Mental.
*) artikel diolah dari berbagai sumber.
**) penulis adalah Sekretaris III Pemuda Katolik Komcab Tebing Tinggi dan Penggerak PSE Paroki Tebing Tinggi
0 Comments