Kalender Liturgi

Header Ads

Sejarah Gereja Katolik Stasi St. Petrus Kampung Pon

Gereja Katolik Stasi Santo Petrus Kampung Pon, berkedudukan di Jl. Bakti , Kampung Tempel Kec. Sei Bamban Kab. Serdang Bedagei 20695. Provinsi Sumatera Utara. Tahun 1961, berdiri gedung gereja st. Petrus sebagai tempat resmi peribadatan. Pada awal berdirinya, gedung gereja terbuat dari anyaman bambu dan terletak ditengah ladang. Pada tahun tahun awal berdiri berhimpun beberapa keluarga dan mengadakan doa bersama. Beberapa tahun kemudian mengalami pertambahan jumlah yang sangat pesat mencapai 40 kepala keluarga. Berdasarkan kehendak bersama pastor paroki pada waktu itu, P. Clemens Hammer, OFMCap, dan P. Nico Dyonisius schoenmakers. OFMCap (1960-1966). Sejumlah umat stasi mengajukan permohonan untuk pembangunan gedung gereja, dan usul itu diterima baik, maka dibangun gedung gereja semi permanen. Beberapa tokoh awal hingga kini pendiri Gereja ialah NN Sibarani (alm). NN Sianipar. Raja sehari Sihotang. Op. Lomo sihotang. J. Situmorang. Guru p. Nainggolan. Op. Risda Gultom. Jatur Sinaga. Parbuktian Banjarnahor. Johnson Nainggolan. Sahalak Bona Timbun Manik. Stasi st. Petrus dibagi dalam empat lingkungan yaitu lingkungan kampung pon, lingkungan kebun sayur, lingkungan kampung tempel, lingkungan Hapoltahan. Keempat lingkungan tersebut merupakan gambaran perkembangan umat stasi st. Petrus yang sangat pesat hingga pada tahun 2017 tercatat umat stasi terdiri dari 105 Kepala Keluarga dengan 400 jiwa, dan luas area tanah gereja 12x 30 M. Keaktifan hidup menggereja umat stasi tampak melalui kehadiran marminggu, sehingga dengan kapasitas gereja yang terbatas kerapkali menggunakan teras bagian luar untuk memenuhi tempat duduk dan kegiatan kelompok-kelompok kategorial berjalan lancar; Contohnya, bina iman anak (BIA), orang muda katolik (OMK), WKRI (punguan ina katolik), kelompok misdinar. Pembinaan tata cara liturgi katolik kerapkali dilakukan untuk mempersiapkan atau mengkader para pengurus (sintua). Doa lingkungan di lakukan di lingkungan masing-masing di rumah keluarga katolik secara bergantian. Tradisi yang berkembang di stasi st. Petrus ialah bahasa sehari hari bahasa batak toba dan bahasa indonesia, karenanya dalam peribadatan menggunakan bahasa batak toba sekali dalam sebulan. Mayoritas umat stasi berdagang, bertani dan sebagian kecil berprofesi sebagai pegawai negeri sipil. Harapan kedepan semoga kesetiaan iman tetap dipelihara serta bentuk –bentuk katekese kepada umat semakin memadai dalam model pendalaman sederhana dan kontekstual serta tanggap terhadap situasi zaman

Post a Comment

0 Comments